Senin, 11 November 2013

ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN BAYI DAN BALITA

BAB I
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
       Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.
Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka Kemauan Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neona-tus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).
2. Tujuan
1. Mengetahui keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia.
2. Mengetahui angka kesakitan dan kematian bayi.
3. Mengetahui angka kesakitan balita.
4. Mengetahui penyebab terjadinya angka kesakitan dan kematian bayi dan balita.
5. Mengetahui usaha yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan & kematian pada bayi.






BAB II
PEMBAHASAN
1.  Keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia
       Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan balita. Kelangsungan hidup anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya, yaitu tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah lima tahun.
       Bidan sebagai salah satu anggota tim kesehatan berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peninkatan kualitas hidup anak indonesia.Hal ini sesuai dengan kompetensi yang harus di kuasai sseorang bidan bekaitan dengan kesehatan bayi  dan balita, terutama  berkenanan dengan bermutu tinggi dan komperensif pada  bayi baru lahir sehat sampai usia 1 bulan dan kompetensi ke 7 yaitu : bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan kompehensif pda bayi dan balita sehat usia 1 bulan sampai 5 tahun.
       Kelangsunan hidup anak ditunjukan dengan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya hal ini perlu dipahami  dan ditinjak lanjuti oleh bidan dan petugas kesehatan lainnya, menggingat indonesia memiliki beban yan berat karena wilayah sangat luas serta jumlah penduduk yang banyak dan sangat heterogen. Sebagai anggota organisasi profesi di bidang kesehatan, bidan harus berperan aktif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
       Hal ini selaras dengan tujuan pembanggunan milenium atau millenium development goald’s (MGGs) nomor-empat(4), yaitu menurunkan angka kematian anak smpai 2/3nya pada tahun 2015 penyebab kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan penomonia (sri rezeki H,2009) banyak faktor yang menyebabkan kematian anak ini, namun beberapa penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan. Keterlambtan ini dapat disebabkan karena kurang ‘aware’-nya orang tua, jarak rumah ke fasilitas yang jauh, atau kurangnya saran dan sumber daya manusia (SDM), termasuk kurangnya tenaga bidan di fasilitas kesehatan yang dekat denan masyarakat untuk menurunkan angka kesehatan dan kematian bayi dan balta di indonesia maka perlu ditingkatkan pera post pelayanan terpadu (posyandu) serta menmpatkan bidan-bidan di post persainan desa (polindes), menginggat beban wilayah indonesia yang sangat luas. Untuk itu, program  pemerintah dalammemperbanyak bidan desa merupakan hal yang sangat “Urgent” untuk memantau dan membantu kesehatan bayi dan balita yang jauh dari fasilitas kesehatan. Hal ini karena membawa bayi/balita yang sakit ke rumah sakit bukanlah pemecah yang baik, tetapi juga harus diktifkan pusat-pusat pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan, termasuk bidan di tingkat desa yang dapat menjangkau masyarakat luas.
2. Angka kematian dan kesakitan bayi
a. Angka kematian bayi (AKB)
Angka kematian (mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari menggetahui angka kematian ini adalah sebagai indiktor yang digunakan sebagai ukuran derajat  kesehatan untuk melihat status kesehatan penduduk dan keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya penggobtan yang dilakukan.
Sementara itu yang dimaksud dengan kematian  bayi adalah kematian yang terjadi antara disaat bayi lahir sampai bayi belum tepat berusia 1 tahun. Jadi, Angka kematian bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada 1 tahun tertentu .secara garis besar, ada pula yang membagi kematian bayi menjadi 2 berdasarkan penyebab yaitu:
·         Neonatal atau disebut juga kematiann bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama  setelah dilhirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini disebabkan oleh faktor-faktor anak sejak lahir, yang diperoleh orang tuanya disaat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
·         Kematian postnatal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjad setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan.
Angka kematian bayi menggambarkan keaadaan sosial ekonomi dimana angka kematian tersebut dihitung. Kegunaan angka kematian bayi utuk penggembngan perencanaan berbeda antara kematian neonatal (bayi baru lahir) dan kematian bayi yang lainnya. Karena kematian neonatal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan program pelayanan kesehatan  ibu hamil, misalnya program pemberan pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan kegunaan angka kematian post natal (usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun) sama dengan kegunaan angka keatian anak atau balita. Namun secara garis besar, angka kematian bayi  (AKB) per 1000 kelahiran hidup ini merupakan indikator yang paling sensitif untuk mencerminkan permasalahan kesehatan yan berhubungan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu, upaya keluarga berancana (KB) kondisi kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi keluarga.
Angka kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 1997 sebesar 52 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 1997 tersebut, angka kematian bayi (AKB) terendah adalah 29 per 1000 kelahiran hidup (DKI Jakarta) dan tertinggi 98 per 1000 kelahiran hidup (Nusa Tenggara Barat). Menurut profil kesehatan 1996, selain provinsi BTB, terdapat 9 provinsi lain yang mempunyai angka kematian bayi di atas nasional, yaitu : Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Irian Jaya, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan dan Timor Timur (Waktu itu masih menjadi wilayah Indonesia).
Menurut survei kesehatan rumah tanggan (SKRT) tahun 2001, angka kematian bayi baru lahir (0-28 hari) adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Yang berarti bahwa jumlah kematian bayi baru lahir adalah : 89.770 bayi baru lahir per tahun atau 246 bayi baru lahir per hari atau 10 bayi baru lahir per jam. Sedangkan, angka kematian bayi (0-12 bulan), menurut SKRT tahun 2001 adalah 35 per 1000 kelahiran hidup. Yang berarti jumlah kematian bayi adalah 157.000 bayi per tahun atau 430 bayi per hari atau 18 bayi per jam. Tahun 2009, depkes RI mentargetkan penurunan angka kematian bayi baru lahir (Neonatal) dari 20 bayi baru lahir per 1000 kelahiran hidup menjadi 5 bayi baru lahir per 1000 kelahiran hidup. Sementara itu, target penurunan angka kematian bayi adalah dari 35 bayi per 1000 kelahiran hidup menjadi 26 bayi per 1000 kelahiran hidup.
     b. Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan (morbiditas) adala perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun,dan dinyatakan dalam per 100 penduduk kegunaan dari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai indikator yang digunakan untuk menggambarkan pola peyakit tertentu .angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit bayi tertentu yang ditemukan di wilayah tertentu pada kuru waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan disuatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen .
3. Angka Kesakitan Balita
Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit akut (seperti penyakit pernafasan, infeksi, atau trauma), penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita. Angka kesakitan balita adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen.
     Contoh lainnya adalah :
Angka kesakitan penyakit (difteri / pertusis / tetanus / Tneonatorum / campak / polioHepatitis B) dengan jumlah anak balita pada periode waktu yang sama dikalikan seratus persen.
4. Penyebab Terjadinya Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita
Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumoni (ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan hendaknya terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare. Berikut ini akan dikemukakan pembahasan tentan kedua penyakit tersebut (Pneumonia dan diare) untuk dapat membantu bidan memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit pneumonia dan diare. Sehingga diharapkan bidan dapat memberikan pelayanan dan perhatian yang optimal terhdap kesehatan bayi dan balita.
     A.   ISPA  dan Pneumonia
1) Pengertian ISPA
·      Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan padanan dari istilah Inggris Acute Respiratori Infection.
·      ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan.
·      Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu : ISPA atas dan Ispa Bawah, dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokkan yang disebut epiglotis .
·  ISPA Atas (Acute Upper Respiratori Infection)
            ISPA Atas yang perlu diwaaspadai adalah radang saluran tenggorokkan atau otitis. Paringitis, yang disebabkan kuman tertentu (Streptococcus hemoliticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (Endokargitis). Sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.
·   ISPA Bawah (Acute Lower Respiratori Infection)
                        Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia
2) Pengertian Pneumonia
·         Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesukaran bernafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera diobati dengan tepat sangat mudah meninggal.
·         Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkhim paru.
Pada umumnya pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai bronkho-pneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular (Adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronki) dan pneumonia interstitial (Difusi Bronkiolitis dengan eksudat yang jernih di dalam dinding alveolan tetapi bukan diruang alveolar). Bakterial pneumonia lebih sering mengenal lobular dan sering juga terjadi konsilidasi lobular sedangkan viral penumonia menyebabkan inflamasi pada jaringan interstitial.
·         Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parynchema paru, pada umumnya pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai broncho pneumonia, yang mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular (Adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronchi) dan pneumonia interstitial (Diffusi Bronchiolitis dengan eksudat yang jernih didalam dinding alveolar tetapi bukan diruang alveolar). Bakterial pneumonial lebih sering mengenai lobular dan sering juga terjadi konsilidasi lobular, sedangkan viral pneumonial menyebabkan inflamasi pada jaringan interstitial.
3) Klasifikasi Pneumonia
Secara anatomi, pneumonia dapat dikenal sebagai berikut :
1.    Pneumonia lobaris, dimana yang terserang adalah seluruh atau sekmen yang besar dari satu atau lebih lobus pumonary. Apabila kedua paru yang terkena, maka hal ini dapat disebut sebagai bilateral atau “Doubel” pneumonia (Pneumonia Lobular).
2.    Broncopneumonia (Pneumonia Lobular) yang dimulai pada terminal bronchiolus menjadi tersumbat dengan eksudat muco porulen sampai membentuk gabungan pada daerah dekat lobulus.
3.    Interstitial pneumonia yang mana adanya suatu proses inflamasi yang lebih atau hanya terbatas didalam dinding alveolar (Interstitium) dan peribronchial dan jaringan inter lobular.
Istilah lain yang menggambarkan pneumonia adalah haemorhagi fibrinous dan necrotic, pneumonitis adalah suatu inflamasi akut yang berlokasi pada paru tanpa dihubungkan dengan toxemia pada pneumonia lobar.
4) Penyebab ISPA dan Pneumonia
Disamping disebabkan oleh lebih dari 300 jenis kuman, baik berupa bakteri, virus maupun rickettsia. Penyebab pneumonia pada balita di negara berkembang adalah bakteri, yaitu streptococcus pneumonia dan haemophylus influenzae.
5) Patogenesis Pneumonia
Pneumonia masuk kedalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan ataupun secara droplet. Proses radang pneumonia dibagi dalam 4 stadium :
·         Stadium 1 : Kongesti
Kapiler melebar dan kongesti didalam alveolus terdapat eksudat jernih.
·         Stadium II : Hepatisasi Merah
Lobus  dan lobulus yang terkena menjadi lebih padat dan tidak mengandung udara, warna menjaddi merah, pada perabaan seperti hepar, didalam alveolus terdapat fibrin.
·         Stadium III : Hepatisasi Kelabu
Lobus masih padat dan berwarna merah menjadi kelabu/pucat, permukaan pleura, karena meliputi oleh fibris dan leucocyt, tempat terjadi pagositosis pneumococcus dan kapiler tidak lagi kongesti.
·         Stadium IV : Resolusi
Eksudat berkurang, didalam alveolus macrofag bertambah dan leucoccyt nectrosis serta degenerasi lemak, fibrin kemudian diekskresi dan menghilang.
     6) Gambaran Klinis Pneumonia
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas dengan tanda-tanda :
·         Suhu meningkat mendadak 39-40 derajat celcius, kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
·         Anak gelisah, dyspnoe, pernafassan cepat dan dangkal disertai cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung kadang-kadang disertai muntah dan diare.
·         Batuk setelah beberapa hari sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif.
·         Anak lebih sering pada sebelah dada yang terinfeksi
·         Pada auskultasi dengan ronci basah nyaring halus dan sedang
     7) Faktor Resiko
          a. Pneumonia
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko yaitu, faktor yang mempengaruhi dan memprmudah penyakit. Secara umum ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh dan mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makanan, serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Sedangkan faktor resiko untuk pneumonia telah di identifikasikan secara rinci yaitu faktor yang meningkatkan terjadinya (Morbilitas) pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya kematian (Mortalitas) pada pneumonia.
          b. ISPA
Secara umum terdapat 3 faktor resiko terjadinya ISPA yaitu Faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.
          1.Faktor Lingkungan
            a. Pencemaran udara di dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrassi tinggi dapat merusak dan mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hali ini dapat terkjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita anak bermain. Hal ini dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada dirumah bersama-sama ibunya sehingga dosisi pencernaan akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis. Pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efeek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun.
b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan bayi baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
·         Membebaskan udara ruangan dari bau-bau, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara
·         Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan
·         Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiassi tubuh, kondisi, evaporasi atau keadaan eksternal.
          c. Keadaan hunian rumah
Kepadatan hunian didalam rumah menurut mentri kesehatan nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktifitas. Penilitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.
2. Faktor Individu Anak
     a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan.
     b. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan Berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutanama pneumonia dan sakit saluran pernafassan lainnya.
Penelitian menyebutkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatkan kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan in menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.
     c. Status gizi
Memasukkan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : Umur,  keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak itu sendiri.
Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : Berat badan lahir, panjang badan, lingkar lengan atas. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia.
Balita dengan gizi yang kurang akan mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh berkurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang balita mudah lebih mudah terserang “ISPA Berat” bahkan serangannya lebih lama.
     d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur 1-4 tahun. Balita yang mendapatkan vitamin a yang lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6 %. Pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer anti body yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi.
Bila antibody yang ditunjukkan terhdapat bibit penyakit dan bukan sekedar anti gen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhdap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha masal pemberian Vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak pra-sekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
     e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapatkan kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita akan mempunyai status imunisasi lengkap bila penderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang paling terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah.
3.  Faktor Prilaku
Faktor prilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tingal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat dan keluarga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius oleh kita ssemua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan trampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 kategori yaitu : Perawatan penunjang oleh ibu balita, tiindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, pencariaan pertolongan pada pelayanan kesehatan.
4.    Usaha yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita berkaitan dengan ISPA dan Pneumonia
Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan oleh pemerintah dalam hali ini Departemen Kesehatan termasuk di dalamnya petugas kesehatan(Bidan) bersama masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan pneumonia, Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana kesehatan (seperti puskesmas, pembantu atau pustu, puskesmas, rumah sakit) untuk mampu memberikan pelayanan penderita ISPA, pneumonia dengan tepat dan segera. Teknologi yang dipergunakan adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini pneumonia balita yang dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.
Caranya adalah dengan melihat ada tidaknya tarikan dinding dada kedalam dan menghitung frekuensi (gerakan) nafas pada balita yang batuk atau sukar bernafas.
·    Upaya pencegahan ISPA dan Pneumonia
Pencegahan ISPA dan pneumonia dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan permukiman. Peningkatan pemerataan cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan morbilitas dan mortalitas ISPA dan pneumonia
Pemerintah telah membangun rumah sakit, puskesmas, pustu (Puskesmas pembantu) diseluruh tanah air. Pemerintah juga telah menempatkan bidan di desa-desa untuk menggalangkan hidup bersih dan sehat, menggalangkan produksi dan distribusi obat generik serta melaksanakan program kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.
·    Peranan masyarakat dan penanggualangan ISPA dan pneumonia
Peranan masyarakat sangat menentukan kebehasilan upaya penanggulangan ISPA dan pneumonia. Yang terpenting adalah masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara mendapatkan pertolongan (care seeking). Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan geografi, budaya dan ekonomi, pemerintah juga menggerakan kegiatan masyarakat seperti posyandu, pos obat desa, dan lain-lainnya untuk membantu balita yang menderita batuk atau kesukaran bernafas yang tidak dibawa berobat sama sekali.
Selanjutnya seluruh masyarakat perlu mempraktean cara hidup yang bersih dan sehat agar dapat terhindar dari berbagai penyakit.
B. Diare
     1. Pengertian Diare
          Berikut ini diuraikan beberapa pengertian tentang diare, antara lain
o  Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, kadang-kadang disertai dengan darah dan lendir.
o  Diare akut cair adalah buang air besar dengan peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi tinja cair tanpa terlihat darah. sedangkan yang dimaksud diare akut adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.
o  Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (ngastiah,1997).
     2. Penyebab Diare
          Diare dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
·         Faktor Infeksi
Infeksi Enteral : Merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Rotafirus merupakan penyebab utama infeksi (70-80%), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan 10-20% pada anak.
·         Faktor Malabsorbsi (Gangguan Absorbsi)
Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (Pada bayi dan anak yang tersaring adalah intoleransi laktosa), malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.
·         Faktor Makanan
Seperti alergi makanan, basi, beracun.
·         Faktor Psikologis
Seperti rasa takut dan cemas.
     3.Patogenesis
Patogenesis sangat berbeda dan bervariasi sesuai dengan penyebabnya, misalnya diare yang disebabkan oleh bakteri, patogenesisnya adalah sebagai berikut :
·         Bakteri masuk kedalam saluran cerna melalui makanan atau minuman, kemudian berkembang biak didalam saluran cerna dan pengeluaran toksin.
·         Toksin merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim untuk mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel kelumen usus serta menghambat absorbsi natrium, klorida dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik didalam lumen usus. Akibatnya terjadi hiperperistaltik usus yang sifatnya mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila kemampuan penyerapan kolon (Usus Besar) berkurang atau sekresi cairan melibihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.
     4.  Patofisiologis
          Sebagai akibat diare akan terjadi :
·         Dehidrasi
·         Gangguan Keseimbangan asam-bassa atau metabolik asidosis
·         Hipoglikemia
·         Gangguan Gizi
·         Gangguan Sirkulas

5. Usaha yang dilakukan untuk Menurunkan Angka Kesakitan & Kematian pada Bayi

Indikator MDGs ke Empat : Menurunkan Kematian Anak
Dalam MGDs yang telah disepakati para pimpinan dunia, ada 8 tujuan (GOALs) yang ingin dicapai diantara tahun 1999-2015. Untuk mencapai 8 tujuan MDGs ini harus jelas definisi dan konsep indikator yang akan digunakan, pada postingan sebelumnya penulis telah memaparkan pencapaian MDGs untuk penurunan kematian anak di Polewali Mandar. Namun bagaimana penggunaan indiktornya (terutama definisi dan konsepnya) belum dijelaskan pada postingan tersebut, berikut penulis memposting indikator pencapaian MDGs untuk menurunkan angka kematian anak. Targetnya selama tahun 1990 – 2105  setidaknya dapat menjadi pedoman untuk daerah lain  dalam menurunkan angka kematian balita sebesar dua per tiganya. Untuk mencapai target ini ada dua indikator dibuat yaitu
  • Indikator global atau nasional untuk memonitoring pencapaian Target ke empat yaitu angka kematian balita, angka kematian bayi  dan proporsi campak pada bayi yang telah mencapai usia 1 tahun.
  • Indiktor lokal untuk memonitoring pencapaian target keempat yaitu pemantauan terhadap pencapaian target MDGs untuk tingkat lokal kabupaten/kota dan kecamatan yang dapat dilakukan dengan indikator proksi tertentu.

Berikut penjelasan kedua (Indikator global dan lokal)  indiktor tersebut :

INDIKATOR GLOBAL ATAU NASIONAL
UNTUK MEMONITORING PENURUNAN ANGKA KEMAATIAN ANAK
1.Angka Kematian Balita (AKABA)
AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71 – 140 sedang dan <20 rendah.
Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKABA kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum dapat dipakai untuk menghitung AKABA. Sebagai gantinya AKABA dihitung berdasarkan estimasi tidak langsung dari berbagai survei.
Definisi Operasional Kematian Balita  dapat diurakan sebagai  Kematian yang terjadi pada balita sebelum usia lima tahun Rumusnya
Description: akaba
Sumber datanya dapat melalui Survey dan atau Catatan data kematian balita yang meninggal di sarana kesehatan.

2.Angka Kematian Bayi (AKB)
AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan.  Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita.
Definisi operasional dari angka kematian bayi terdahulu harus diketahui  yaitu pengertian dari “Lahir Mati” yaitu Kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kemudian Kematian Bayi yaitu Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun.
     Rumusnya:
Description: akby
Sumber datanya dapat melalui survei atau catatan data kematian bayi yang meninggal di sarana kesehatan.

Proporsi imunisasi campak (PIC) pada anak yang berusia 1 tahun
PIC adalah perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima paling sedikit satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan dinyatakan dalam persentase. Indikator ini merupakan suatu ukuran cakupan dan kualitas sistem pemeliharaan kesehatan anak di suatu wilayah. Imunisasi adalah unsur penting untuk mengurangi kematian balita.
Rumusnya:
Description: bayi diiumnisasi
Sumber datanya dapat diperoleh melalui Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau Form LB3 dan atau Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

INDIKATOR LOKAL  UNTUK MEMONITORING KEMAJUAN
KABUPATEN DAN KECAMATAN
Angka kematian anak dan angka kematian bayi untuk tingkat Kecamatan tidak tepat jika diperoleh dari survey yang berskala nasional. Hal ini karena rancangan sampel diperuntukkan untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi tingkat Kabupaten dan atau tingkat propinsi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menggambarkan angka kematian anak dan angka kematian bayi digambarkan dengan indikator program yang dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka kematian balita dan angka kematian bayi, antara lain persentase BBLR, cakupan kunjungan bayi, persentase pemberian vitamin A, cakupan pemberian ASI eklusif, pemantauan pertumbuhan menggunakan data SKDN.
Berikut ini adalah definisi operasional, rumus dan sumber data indikator tersebut.

Persentase Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Definisi Operasionalnya yaitu  Bayi dengan BBLR adalah keadaan bayi lahir dengan berat badan (BB) < 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir atau hari ke 7 setelah lahir Rumusnya:
Description: bblr
Perlu diingat BBLR sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensi ≥ 5 %
Sumber data dapat diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (PWS Gizi, & LB3 KIA) dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PWS Gizi, SIRS/RB)

Presentase Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah)
Definisi Operasionalnya yaitu Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah) adalah Balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada pada dan di bawah garis merah pada KMS
Rumusnya:
Description: bgm
Sumber datanya berupa Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, PWS Gizi)

Pemantauan Pertumbuhan menggunakan data SKDN
SKDN adalah singkatan dari pengertian kata-katanya yaitu
  • S adalah Seluruh balita yang ada di wilayah kerja
  • K adalah jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS atau buku KIA
  • D adalah jumlah seluruh balita yang Ditimbang
  • N adalah balita yang Naik berat badannya sesuai dengan garis pertumbuhan
Rumusnya:
Description: skdn
Catatan: Presentase N/D merupakan indikator keberhasilan program Sumber datanya dapat diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi/ PWS Gizi)

Cakupan Kunjungan Bayi
Definisi Operasional yaitu Kunjungan Bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan) termasuk neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali (bayi), 2 kali (neonatus) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Kunjungan Neonatus adalah kunjungan neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 2 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Rumusnya:
Description: kunjuangan bayi
Description: neonatus
Sumber datanya berupa Catatan Program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas atau Form LB3 dan atau Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Cakupan pemberian vitamin A pada balita
Definisi Operasional yaitu Balita mendapat kapsul Vit.A, 2 kali/tahun adalah Bayi umur 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A -1 kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Rumusnya
Description: vita a
Sumber datanya dapat diambil pada Catatan Program Gizi di Puskesmas atau Form LB3 dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Persentase Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Definisi Operasional yaitu Pemberian ASI Ekslusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa makanan atau minuman lain, kecuali obat, vitamin dan mineral
Rumusnya
Description: asi
Perlu diperhatikan Target cakupan pemberian ASI Ekslusif 0-6 bulan tahun 2010 adalah 80 %
Sumber datanya berupa Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi, LB3 KIA, Kohort ASI) dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, LB3 KIA)

Desa/kelurahan Universal Child Imunization
Definisi Operasional yaitu Desa /kelurahan Universal Child Immunization (UCI) adalah Desa atau Kelurahan UCI adalah desa/kelurahan dimana ³ 80% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap pada satu kurun waktu tertentu.
Imunisasi dasar Lengkap adalah imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis DPT dan atau DPT/HB ( telah dilaksanakan di seluruh Indonesia mulai tahun 2007), 1 dosis Campak.  Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis campak dan 2 dosis TT.
Rumusnya:
Description: uci
Sumber datanya dapat diperoleh Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau Form LB3 dan atau Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Perlu diketahui MDGs Merupakan kesepakatan tujuan pembangunan yang disarikan dari berbagai konferensi dan pertemuan tingkat dunia sepanjang dekade 1990, yang bermuara pada dikeluarkannya Deklarasi Millenium pada tahun 2000. Berangkat dari Deklarasi tersebut makaUnited Nation on Development Programme (UNDP) telah bekerja sama dengan departemen PBB lainnya, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk menyepakati tujuan, target, dan indikator yang terukur untuk menilai kemajuannya.
Keseluruhannya dari Millenium Development Goals terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan lebih dari 40 indikator, Pada tahun 2002 Pemimpin dunia telah menyepakati pencapaian  Millenium Development Goals yang selanjutnya disingkat MDGs.
Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) ini  harus dicapai dalam kurun waktu 1990-2015:
Pertama          : Memberantas kemiskinan dan kelaparan, 
Kedua             : Mewujudkan pendidikan dasar, 
Ketiga             :Meningkatkaan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 
Keempat         : Mengurangi angka kematian bayi, 
Kelima            : Meningkatkan kesehatan ibu,
Keenam          : Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, 
Ketujuh          : Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan 
Kedelapan      : Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan.

















BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.