BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jakarta - Survei Demografi Kntatao
Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata
per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang meninggal dunia sebelum umurnya
mencapai 1 tahun.
Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka Kemauan Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neona-tus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).
Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka Kemauan Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neona-tus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).
2. Tujuan
1. Mengetahui
keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia.
2. Mengetahui
angka kesakitan dan kematian bayi.
3.
Mengetahui angka kesakitan balita.
4. Mengetahui penyebab terjadinya angka kesakitan dan
kematian bayi dan balita.
5. Mengetahui usaha yang dilakukan untuk menurunkan
angka kesakitan & kematian pada bayi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia
Peningkatan dan perbaikan upaya
kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya
penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup,
perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini
kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan balita. Kelangsungan hidup anak
itu sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal
kehidupannya, yaitu tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah
lima tahun.
Bidan sebagai salah satu anggota tim
kesehatan berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya kelangsungan hidup,
perkembangan dan peninkatan kualitas hidup anak indonesia.Hal ini sesuai dengan
kompetensi yang harus di kuasai sseorang bidan bekaitan dengan kesehatan
bayi dan balita, terutama berkenanan dengan bermutu tinggi dan
komperensif pada bayi baru lahir sehat
sampai usia 1 bulan dan kompetensi ke 7 yaitu : bidan memberikan asuhan yang
bermutu tinggi dan kompehensif pda bayi dan balita sehat usia 1 bulan sampai 5
tahun.
Kelangsunan hidup anak ditunjukan dengan
angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA/AKBAL). Angka
kematian bayi dan balita indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya hal
ini perlu dipahami dan ditinjak lanjuti
oleh bidan dan petugas kesehatan lainnya, menggingat indonesia memiliki beban
yan berat karena wilayah sangat luas serta jumlah penduduk yang banyak dan
sangat heterogen. Sebagai anggota organisasi profesi di bidang kesehatan, bidan
harus berperan aktif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Hal ini selaras dengan tujuan
pembanggunan milenium atau millenium development goald’s (MGGs) nomor-empat(4),
yaitu menurunkan angka kematian anak smpai 2/3nya pada tahun 2015 penyebab
kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan penomonia
(sri rezeki H,2009) banyak faktor yang menyebabkan kematian anak ini, namun
beberapa penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan. Keterlambtan
ini dapat disebabkan karena kurang ‘aware’-nya orang tua, jarak rumah ke
fasilitas yang jauh, atau kurangnya saran dan sumber daya manusia (SDM), termasuk
kurangnya tenaga bidan di fasilitas kesehatan yang dekat denan masyarakat untuk
menurunkan angka kesehatan dan kematian bayi dan balta di indonesia maka perlu
ditingkatkan pera post pelayanan terpadu (posyandu) serta menmpatkan
bidan-bidan di post persainan desa (polindes), menginggat beban wilayah
indonesia yang sangat luas. Untuk itu, program pemerintah dalammemperbanyak bidan desa
merupakan hal yang sangat “Urgent” untuk memantau dan membantu kesehatan bayi
dan balita yang jauh dari fasilitas kesehatan. Hal ini karena membawa bayi/balita
yang sakit ke rumah sakit bukanlah pemecah yang baik, tetapi juga harus
diktifkan pusat-pusat pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan, termasuk bidan
di tingkat desa yang dapat menjangkau masyarakat luas.
2.
Angka kematian dan kesakitan bayi
a. Angka kematian bayi (AKB)
Angka
kematian (mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi
di masyarakat. Kegunaan dari menggetahui angka kematian ini adalah sebagai
indiktor yang digunakan sebagai ukuran derajat
kesehatan untuk melihat status kesehatan penduduk dan keberhasilan
pelayanan kesehatan dan upaya penggobtan yang dilakukan.
Sementara
itu yang dimaksud dengan kematian bayi
adalah kematian yang terjadi antara disaat bayi lahir sampai bayi belum tepat
berusia 1 tahun. Jadi, Angka kematian bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi
berusia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada 1 tahun tertentu .secara garis
besar, ada pula yang membagi kematian bayi menjadi 2 berdasarkan penyebab
yaitu:
·
Neonatal
atau disebut juga kematiann bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi pada
bulan pertama setelah dilhirkan. Kematian
bayi neonatal atau bayi baru lahir ini disebabkan oleh faktor-faktor anak sejak
lahir, yang diperoleh orang tuanya disaat konsepsi atau didapat selama
kehamilan.
·
Kematian
postnatal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang
terjad setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan.
Angka
kematian bayi menggambarkan keaadaan sosial ekonomi dimana angka kematian
tersebut dihitung. Kegunaan angka kematian bayi utuk penggembngan perencanaan
berbeda antara kematian neonatal (bayi baru lahir) dan kematian bayi yang
lainnya. Karena kematian neonatal disebabkan oleh faktor endogen yang
berhubungan dengan program pelayanan kesehatan
ibu hamil, misalnya program pemberan pil besi dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan kegunaan angka kematian post natal (usia 1 bulan sampai dengan 1
tahun) sama dengan kegunaan angka keatian anak atau balita. Namun secara garis
besar, angka kematian bayi (AKB) per
1000 kelahiran hidup ini merupakan indikator yang paling sensitif untuk
mencerminkan permasalahan kesehatan yan berhubungan dengan faktor penyebab
kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, upaya pelayanan kesehatan ibu
dan anak, status gizi ibu, upaya keluarga berancana (KB) kondisi kesehatan
lingkungan dan sosial ekonomi keluarga.
Angka
kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 1997 sebesar 52 per 1000 kelahiran
hidup. Pada tahun 1997 tersebut, angka kematian bayi (AKB) terendah adalah 29
per 1000 kelahiran hidup (DKI Jakarta) dan tertinggi 98 per 1000 kelahiran
hidup (Nusa Tenggara Barat). Menurut profil kesehatan 1996, selain provinsi
BTB, terdapat 9 provinsi lain yang mempunyai angka kematian bayi di atas
nasional, yaitu : Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan
Barat, Jawa Barat, Irian Jaya, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan dan Timor
Timur (Waktu itu masih menjadi wilayah Indonesia).
Menurut
survei kesehatan rumah tanggan (SKRT) tahun 2001, angka kematian bayi baru
lahir (0-28 hari) adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Yang berarti bahwa jumlah
kematian bayi baru lahir adalah : 89.770 bayi baru lahir per tahun atau 246
bayi baru lahir per hari atau 10 bayi baru lahir per jam. Sedangkan, angka
kematian bayi (0-12 bulan), menurut SKRT tahun 2001 adalah 35 per 1000
kelahiran hidup. Yang berarti jumlah kematian bayi adalah 157.000 bayi per
tahun atau 430 bayi per hari atau 18 bayi per jam. Tahun 2009, depkes RI
mentargetkan penurunan angka kematian bayi baru lahir (Neonatal) dari 20 bayi
baru lahir per 1000 kelahiran hidup menjadi 5 bayi baru lahir per 1000
kelahiran hidup. Sementara itu, target penurunan angka kematian bayi adalah
dari 35 bayi per 1000 kelahiran hidup menjadi 26 bayi per 1000 kelahiran hidup.
b. Angka Kesakitan Bayi
Angka
kesakitan (morbiditas) adala perbandingan antara jumlah penduduk karena
penyakit tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun,dan dinyatakan
dalam per 100 penduduk kegunaan dari mengetahui angka kesakitan ini adalah
sebagai indikator yang digunakan untuk menggambarkan pola peyakit tertentu .angka
kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit bayi tertentu yang
ditemukan di wilayah tertentu pada kuru waktu 1 tahun dengan jumlah kasus
penyakit bayi tertentu yang ditemukan disuatu wilayah pada kurun waktu yang
sama dikalikan seratus persen .
3.
Angka Kesakitan Balita
Angka
kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit akut
(seperti penyakit pernafasan, infeksi, atau trauma), penyakit kronik, atau
kecacatan pada masa balita. Angka kesakitan balita adalah perbandingan antara
jumlah kasus penyakit balita tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun
waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu yang ditemukan di suatu
wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen.
Contoh
lainnya adalah :
Angka kesakitan
penyakit (difteri / pertusis / tetanus / Tneonatorum / campak / polioHepatitis
B) dengan jumlah anak balita pada periode waktu yang sama dikalikan seratus
persen.
4.
Penyebab Terjadinya Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita
Angka
kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Penyebab
angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh
pneumoni (ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan
hendaknya terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya
untuk menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare. Berikut ini
akan dikemukakan pembahasan tentan kedua penyakit tersebut (Pneumonia dan
diare) untuk dapat membantu bidan memahami tentang hal-hal yang berkaitan
dengan penyakit pneumonia dan diare. Sehingga diharapkan bidan dapat memberikan
pelayanan dan perhatian yang optimal terhdap kesehatan bayi dan balita.
A. ISPA dan Pneumonia
1) Pengertian ISPA
· Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari Infeksi
Saluran Pernafasan Akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan
padanan dari istilah Inggris Acute Respiratori Infection.
· ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut
adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan.
· Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam 2
bagian yaitu : ISPA atas dan Ispa Bawah, dengan batas anatomis adalah suatu
bagian dalam tenggorokkan yang disebut epiglotis .
· ISPA Atas (Acute Upper Respiratori Infection)
ISPA Atas yang perlu diwaaspadai
adalah radang saluran tenggorokkan atau otitis. Paringitis, yang disebabkan
kuman tertentu (Streptococcus hemoliticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit
jantung (Endokargitis). Sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati
dapat berakibat terjadinya ketulian.
· ISPA Bawah (Acute Lower Respiratori
Infection)
Salah
satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia
2) Pengertian Pneumonia
·
Pneumonia
adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan
kesukaran bernafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera diobati
dengan tepat sangat mudah meninggal.
·
Pneumonia
adalah suatu inflamasi pada parenkhim paru.
Pada umumnya pneumonia pada masa anak
digambarkan sebagai bronkho-pneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi dari
penyebaran pneumonia lobular (Adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua
lapangan atau bidang paru dan sekitar bronki) dan pneumonia interstitial
(Difusi Bronkiolitis dengan eksudat yang jernih di dalam dinding alveolan
tetapi bukan diruang alveolar). Bakterial pneumonia lebih sering mengenal
lobular dan sering juga terjadi konsilidasi lobular sedangkan viral penumonia
menyebabkan inflamasi pada jaringan interstitial.
·
Pneumonia
adalah suatu inflamasi pada parynchema paru, pada umumnya pneumonia pada masa
anak digambarkan sebagai broncho pneumonia, yang mana merupakan suatu kombinasi
dari penyebaran pneumonia lobular (Adanya infiltrat pada sebagian area pada
kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronchi) dan pneumonia interstitial
(Diffusi Bronchiolitis dengan eksudat yang jernih didalam dinding alveolar
tetapi bukan diruang alveolar). Bakterial pneumonial lebih sering mengenai
lobular dan sering juga terjadi konsilidasi lobular, sedangkan viral pneumonial
menyebabkan inflamasi pada jaringan interstitial.
3)
Klasifikasi Pneumonia
Secara anatomi, pneumonia dapat dikenal sebagai berikut :
1.
Pneumonia
lobaris, dimana yang terserang adalah seluruh atau sekmen yang besar dari satu
atau lebih lobus pumonary. Apabila kedua paru yang terkena, maka hal ini dapat
disebut sebagai bilateral atau “Doubel” pneumonia (Pneumonia Lobular).
2.
Broncopneumonia
(Pneumonia Lobular) yang dimulai pada terminal bronchiolus menjadi tersumbat
dengan eksudat muco porulen sampai membentuk gabungan pada daerah dekat
lobulus.
3.
Interstitial
pneumonia yang mana adanya suatu proses inflamasi yang lebih atau hanya
terbatas didalam dinding alveolar (Interstitium) dan peribronchial dan jaringan
inter lobular.
Istilah lain yang menggambarkan pneumonia
adalah haemorhagi fibrinous dan necrotic, pneumonitis adalah suatu inflamasi
akut yang berlokasi pada paru tanpa dihubungkan dengan toxemia pada pneumonia
lobar.
4)
Penyebab ISPA dan Pneumonia
Disamping disebabkan oleh lebih dari 300
jenis kuman, baik berupa bakteri, virus maupun rickettsia. Penyebab pneumonia
pada balita di negara berkembang adalah bakteri, yaitu streptococcus pneumonia dan
haemophylus influenzae.
5)
Patogenesis Pneumonia
Pneumonia masuk kedalam paru melalui jalan pernafasan
secara percikan ataupun secara droplet. Proses radang pneumonia dibagi dalam 4
stadium :
·
Stadium 1 : Kongesti
Kapiler melebar dan kongesti didalam alveolus
terdapat eksudat jernih.
·
Stadium II : Hepatisasi Merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi lebih padat
dan tidak mengandung udara, warna menjaddi merah, pada perabaan seperti hepar,
didalam alveolus terdapat fibrin.
·
Stadium III : Hepatisasi Kelabu
Lobus masih padat dan berwarna merah menjadi
kelabu/pucat, permukaan pleura, karena meliputi oleh fibris dan leucocyt,
tempat terjadi pagositosis pneumococcus dan kapiler tidak lagi kongesti.
·
Stadium IV : Resolusi
Eksudat berkurang, didalam alveolus macrofag
bertambah dan leucoccyt nectrosis serta degenerasi lemak, fibrin kemudian
diekskresi dan menghilang.
6)
Gambaran Klinis Pneumonia
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas dengan tanda-tanda :
·
Suhu
meningkat mendadak 39-40 derajat celcius, kadang-kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi.
·
Anak
gelisah, dyspnoe, pernafassan cepat dan dangkal disertai cuping hidung dan
sianosis sekitar mulut dan hidung kadang-kadang disertai muntah dan diare.
·
Batuk
setelah beberapa hari sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif.
·
Anak
lebih sering pada sebelah dada yang terinfeksi
·
Pada
auskultasi dengan ronci basah nyaring halus dan sedang
7)
Faktor Resiko
a.
Pneumonia
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan
faktor resiko yaitu, faktor yang mempengaruhi dan memprmudah penyakit. Secara
umum ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh
dan mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makanan, serta kebiasaan
merokok dan pencemaran udara. Sedangkan faktor resiko untuk pneumonia telah di
identifikasikan secara rinci yaitu faktor yang meningkatkan terjadinya
(Morbilitas) pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya kematian (Mortalitas)
pada pneumonia.
b.
ISPA
Secara umum terdapat 3 faktor resiko
terjadinya ISPA yaitu Faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor
perilaku.
1.Faktor Lingkungan
a. Pencemaran udara di dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan
bakar untuk memasak dengan konsentrassi tinggi dapat merusak dan mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hali ini dapat
terkjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam
rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita anak bermain.
Hal ini dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada dirumah
bersama-sama ibunya sehingga dosisi pencernaan akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan
antara ISPA dan polusi udara diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis.
Pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efeek
ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun.
b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau
pengerahan udara ke atau dari ruangan bayi baik secara alami maupun secara
mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
·
Membebaskan
udara ruangan dari bau-bau, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan
cara pengenceran udara
·
Mensuplai
panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan
·
Mengeluarkan
kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiassi tubuh, kondisi, evaporasi
atau keadaan eksternal.
c. Keadaan hunian rumah
Kepadatan hunian didalam rumah menurut mentri
kesehatan nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah,
satu orang minimal menempati luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut
diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktifitas.
Penilitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari
bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat
sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.
2. Faktor Individu Anak
a.
Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa
insiden penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi usia dini anak-anak
dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan.
b. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan Berat badan
lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan
zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi, terutanama pneumonia dan sakit saluran pernafassan lainnya.
Penelitian menyebutkan bahwa berat bayi
kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatkan kematian akibat infeksi
saluran pernafasan dan hubungan in menetap setelah dilakukan adjusted terhadap
status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak
dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap
penyakit saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.
c. Status gizi
Memasukkan zat-zat gizi yang diperoleh pada
tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : Umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya,
kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak
itu sendiri.
Penilaian status gizi dapat dilakukan antara
lain berdasarkan antopometri : Berat badan lahir, panjang badan, lingkar lengan
atas. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
terjadinya ISPA beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan
antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk
sering mendapat pneumonia.
Balita dengan gizi yang kurang akan mudah
terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan
tubuh berkurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi
kurang balita mudah lebih mudah terserang “ISPA Berat” bahkan serangannya lebih
lama.
d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu
memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur 1-4 tahun. Balita
yang mendapatkan vitamin a yang lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang
tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit
sebesar 96,6 %. Pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol. Pemberian
vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan
peningkatan titer anti body yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam
nilai yang cukup tinggi.
Bila antibody yang ditunjukkan terhdapat
bibit penyakit dan bukan sekedar anti gen asing yang tidak berbahaya, niscaya
dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhdap bibit penyakit yang
bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha masal
pemberian Vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak pra-sekolah
seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah
dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh
dan perlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh,
berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
e.
Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak
dan selamat akan mendapatkan kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai
komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri,
pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam
upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita akan mempunyai status
imunisasi lengkap bila penderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya
tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang paling terbukti efektif saat ini
adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi
campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan
dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah.
3. Faktor
Prilaku
Faktor prilaku dalam pencegahan dan
penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek
penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota
keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
berkumpul dan tingal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling
tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga
mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga
lainnya.
Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam
menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada
sehari-hari di dalam masyarakat dan keluarga. Hal ini perlu mendapatkan
perhatian serius oleh kita ssemua karena penyakit ini banyak menyerang balita,
sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan
balita mengetahui dan trampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati
tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada
sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga
keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 kategori yaitu : Perawatan penunjang
oleh ibu balita, tiindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan
penyakit balita, pencariaan pertolongan pada pelayanan kesehatan.
4. Usaha
yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita
berkaitan dengan ISPA dan Pneumonia
Seperti halnya berbagai upaya kesehatan,
pemberantasan ISPA dilaksanakan oleh pemerintah dalam hali ini Departemen
Kesehatan termasuk di dalamnya petugas kesehatan(Bidan) bersama masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan pneumonia,
Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana kesehatan (seperti puskesmas,
pembantu atau pustu, puskesmas, rumah sakit) untuk mampu memberikan pelayanan
penderita ISPA, pneumonia dengan tepat dan segera. Teknologi yang dipergunakan
adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini pneumonia balita yang
dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.
Caranya adalah dengan melihat ada tidaknya
tarikan dinding dada kedalam dan menghitung frekuensi (gerakan) nafas pada
balita yang batuk atau sukar bernafas.
·
Upaya pencegahan ISPA dan Pneumonia
Pencegahan ISPA dan pneumonia dilaksanakan
melalui upaya peningkatan kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan
perbaikan lingkungan permukiman. Peningkatan pemerataan cakupan kualitas
pelayanan kesehatan juga akan menekan morbilitas dan mortalitas ISPA dan
pneumonia
Pemerintah telah membangun rumah sakit,
puskesmas, pustu (Puskesmas pembantu) diseluruh tanah air. Pemerintah juga
telah menempatkan bidan di desa-desa untuk menggalangkan hidup bersih dan
sehat, menggalangkan produksi dan distribusi obat generik serta melaksanakan
program kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.
·
Peranan masyarakat dan penanggualangan ISPA
dan pneumonia
Peranan masyarakat sangat menentukan
kebehasilan upaya penanggulangan ISPA dan pneumonia. Yang terpenting adalah
masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara mendapatkan pertolongan (care
seeking). Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan geografi, budaya dan
ekonomi, pemerintah juga menggerakan kegiatan masyarakat seperti posyandu, pos
obat desa, dan lain-lainnya untuk membantu balita yang menderita batuk atau
kesukaran bernafas yang tidak dibawa berobat sama sekali.
Selanjutnya seluruh masyarakat perlu
mempraktean cara hidup yang bersih dan sehat agar dapat terhindar dari berbagai
penyakit.
B. Diare
1.
Pengertian Diare
Berikut ini diuraikan beberapa pengertian tentang diare, antara
lain
o Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali
sehari, kadang-kadang disertai dengan darah dan lendir.
o Diare akut cair adalah buang air besar dengan
peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi tinja cair tanpa
terlihat darah. sedangkan yang dimaksud diare akut adalah diare yang
berlangsung lebih dari 7 hari.
o Diare adalah keadaan frekuensi buang air
besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi
feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah
atau lendir saja. (ngastiah,1997).
2. Penyebab Diare
Diare dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
·
Faktor Infeksi
Infeksi Enteral : Merupakan infeksi saluran
pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Rotafirus merupakan
penyebab utama infeksi (70-80%), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan 10-20%
pada anak.
·
Faktor Malabsorbsi (Gangguan Absorbsi)
Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (Pada
bayi dan anak yang tersaring adalah intoleransi laktosa), malabsorbsi lemak,
malabsorbsi protein.
·
Faktor Makanan
Seperti alergi makanan, basi, beracun.
·
Faktor Psikologis
Seperti rasa takut dan cemas.
3.Patogenesis
Patogenesis sangat berbeda dan bervariasi
sesuai dengan penyebabnya, misalnya diare yang disebabkan oleh bakteri,
patogenesisnya adalah sebagai berikut :
·
Bakteri
masuk kedalam saluran cerna melalui makanan atau minuman, kemudian berkembang
biak didalam saluran cerna dan pengeluaran toksin.
·
Toksin
merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim untuk mempunyai
kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel kelumen
usus serta menghambat absorbsi natrium, klorida dan air dari lumen usus ke
dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik didalam lumen
usus. Akibatnya terjadi hiperperistaltik usus yang sifatnya mengeluarkan cairan
yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dialirkan dari lumen usus
halus ke lumen usus besar. Bila kemampuan penyerapan kolon (Usus Besar)
berkurang atau sekresi cairan melibihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan
terjadi diare.
4. Patofisiologis
Sebagai akibat diare akan terjadi :
·
Dehidrasi
·
Gangguan
Keseimbangan asam-bassa atau metabolik asidosis
·
Hipoglikemia
·
Gangguan
Gizi
·
Gangguan
Sirkulas
5.
Usaha yang dilakukan untuk Menurunkan Angka Kesakitan & Kematian pada Bayi
Indikator MDGs ke Empat :
Menurunkan Kematian Anak
Dalam MGDs yang telah
disepakati para pimpinan dunia, ada 8 tujuan (GOALs) yang ingin dicapai
diantara tahun 1999-2015. Untuk mencapai 8 tujuan MDGs ini harus jelas definisi
dan konsep indikator yang akan digunakan, pada postingan sebelumnya penulis
telah memaparkan pencapaian
MDGs untuk penurunan kematian anak di Polewali Mandar. Namun bagaimana penggunaan indiktornya (terutama
definisi dan konsepnya) belum dijelaskan pada postingan tersebut, berikut
penulis memposting indikator pencapaian MDGs untuk menurunkan angka kematian
anak. Targetnya selama tahun 1990 – 2105 setidaknya dapat menjadi pedoman
untuk daerah lain dalam menurunkan angka kematian balita sebesar dua per
tiganya. Untuk mencapai target ini ada dua indikator dibuat yaitu
- Indikator global atau nasional untuk memonitoring
pencapaian Target ke empat yaitu angka kematian balita, angka
kematian bayi dan proporsi campak pada bayi yang telah mencapai usia
1 tahun.
- Indiktor lokal untuk memonitoring pencapaian
target keempat yaitu pemantauan terhadap pencapaian target MDGs untuk
tingkat lokal kabupaten/kota dan kecamatan yang dapat dilakukan dengan
indikator proksi tertentu.
Berikut penjelasan
kedua (Indikator global dan lokal) indiktor tersebut :
INDIKATOR GLOBAL ATAU
NASIONAL
UNTUK MEMONITORING PENURUNAN ANGKA KEMAATIAN ANAK
1.Angka Kematian Balita
(AKABA)
AKABA adalah jumlah anak yang
dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun,
dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba >
140 sangat tinggi, antara 71 – 140 sedang dan <20 rendah.
Indikator ini terkait langsung
dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi
dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya.
AKABA kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.
Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data
ini belum dapat dipakai untuk menghitung AKABA. Sebagai gantinya AKABA dihitung
berdasarkan estimasi tidak langsung dari berbagai survei.
Definisi Operasional Kematian Balita dapat diurakan
sebagai Kematian yang terjadi pada balita sebelum usia lima tahun Rumusnya
Sumber datanya
dapat melalui Survey dan atau Catatan data kematian balita yang meninggal di
sarana kesehatan.
2.Angka Kematian Bayi (AKB)
AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB
per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB kurang dari
40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70
tergolong sedang namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar dari 70
tergolong mudah untuk diturunkan. Indikator ini terkait langsung dengan
target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan
lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB
cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun
target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk
memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada
kematian balita.
Definisi operasional dari angka
kematian bayi terdahulu harus diketahui yaitu pengertian dari “Lahir
Mati” yaitu Kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit
28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kemudian Kematian Bayi yaitu
Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun.
Rumusnya:
Sumber datanya dapat melalui survei atau catatan data kematian bayi
yang meninggal di sarana kesehatan.
Proporsi imunisasi campak (PIC) pada anak yang berusia
1 tahun
PIC adalah
perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima paling
sedikit satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan
dinyatakan dalam persentase. Indikator ini merupakan suatu ukuran cakupan dan
kualitas sistem pemeliharaan kesehatan anak di suatu wilayah. Imunisasi adalah
unsur penting untuk mengurangi kematian balita.
Rumusnya:
Sumber datanya
dapat diperoleh melalui Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau Form LB3
dan atau Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
INDIKATOR LOKAL
UNTUK MEMONITORING KEMAJUAN
KABUPATEN DAN KECAMATAN
Angka kematian anak
dan angka kematian bayi untuk tingkat Kecamatan tidak tepat jika diperoleh dari
survey yang berskala nasional. Hal ini karena rancangan sampel diperuntukkan
untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi tingkat Kabupaten dan atau
tingkat propinsi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menggambarkan
angka kematian anak dan angka kematian bayi digambarkan dengan indikator
program yang dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka kematian balita dan
angka kematian bayi, antara lain persentase BBLR, cakupan kunjungan bayi,
persentase pemberian vitamin A, cakupan pemberian ASI eklusif, pemantauan
pertumbuhan menggunakan data SKDN.
Berikut ini adalah
definisi operasional, rumus dan sumber data indikator tersebut.
Persentase Bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Definisi Operasionalnya
yaitu Bayi dengan BBLR adalah keadaan bayi lahir dengan berat badan (BB)
< 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir atau hari ke 7 setelah lahir Rumusnya:
Perlu diingat BBLR
sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensi ≥ 5 %
Sumber data dapat
diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (PWS Gizi, & LB3 KIA) dan atau
Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PWS Gizi, SIRS/RB)
Presentase Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah)
Definisi Operasionalnya yaitu Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah) adalah
Balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada pada dan di bawah garis
merah pada KMS
Rumusnya:
Sumber datanya
berupa Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program Gizi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, PWS Gizi)
Pemantauan Pertumbuhan menggunakan data SKDN
SKDN adalah singkatan
dari pengertian kata-katanya yaitu
- S adalah Seluruh balita yang ada di
wilayah kerja
- K adalah jumlah balita yang terdaftar dan
memiliki KMS atau buku KIA
- D adalah jumlah seluruh balita yang Ditimbang
- N adalah balita yang Naik berat
badannya sesuai dengan garis pertumbuhan
Rumusnya:
Catatan:
Presentase N/D merupakan indikator keberhasilan program Sumber datanya dapat
diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program Gizi
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi/ PWS Gizi)
Cakupan Kunjungan Bayi
Definisi Operasional yaitu
Kunjungan Bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan) termasuk neonatus (umur
1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh
dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling
sedikit 4 kali (bayi), 2 kali (neonatus) di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Kunjungan Neonatus
adalah kunjungan neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan
sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi
klinis kesehatan, paling sedikit 2 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Rumusnya:
Sumber datanya berupa
Catatan Program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas atau Form LB3 dan atau
Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Cakupan pemberian vitamin A pada balita
Definisi Operasional
yaitu Balita mendapat kapsul Vit.A, 2 kali/tahun adalah Bayi umur 6-11 bulan
mendapat kapsul vitamin A -1 kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul
vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu
Rumusnya
Sumber datanya dapat
diambil pada Catatan Program Gizi di Puskesmas atau Form LB3 dan atau Program
Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Persentase Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Definisi Operasional
yaitu Pemberian ASI Ekslusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu saja kepada
bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa makanan atau minuman lain,
kecuali obat, vitamin dan mineral
Rumusnya
Perlu diperhatikan
Target cakupan pemberian ASI Ekslusif 0-6 bulan tahun 2010 adalah 80 %
Sumber datanya berupa
Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi, LB3 KIA, Kohort ASI) dan atau
Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, LB3 KIA)
Desa/kelurahan Universal Child Imunization
Definisi Operasional yaitu
Desa /kelurahan Universal Child Immunization (UCI) adalah Desa atau Kelurahan
UCI adalah desa/kelurahan dimana ³ 80% dari jumlah bayi yang ada di desa
tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap pada satu kurun waktu tertentu.
Imunisasi dasar Lengkap
adalah imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4
dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis DPT dan atau DPT/HB ( telah
dilaksanakan di seluruh Indonesia mulai tahun 2007), 1 dosis Campak. Pada
ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat
dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis campak dan 2 dosis TT.
Rumusnya:
Sumber datanya dapat
diperoleh Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau Form LB3 dan atau Program
Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Perlu diketahui MDGs
Merupakan kesepakatan tujuan pembangunan yang disarikan dari berbagai
konferensi dan pertemuan tingkat dunia sepanjang dekade 1990, yang bermuara
pada dikeluarkannya Deklarasi Millenium pada tahun 2000. Berangkat dari Deklarasi
tersebut makaUnited Nation on Development Programme (UNDP) telah
bekerja sama dengan departemen PBB lainnya, Bank Dunia, Dana Moneter
Internasional (IMF), dan the Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) untuk menyepakati tujuan, target, dan indikator
yang terukur untuk menilai kemajuannya.
Keseluruhannya dari
Millenium Development Goals terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan lebih dari 40
indikator, Pada tahun 2002 Pemimpin dunia telah menyepakati pencapaian
Millenium Development Goals yang selanjutnya disingkat MDGs.
Tujuan Pembangunan
Millenium (MDGs) ini harus dicapai dalam kurun waktu 1990-2015:
Pertama :
Memberantas kemiskinan dan kelaparan,
Kedua :
Mewujudkan pendidikan dasar,
Ketiga :Meningkatkaan
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
Keempat :
Mengurangi angka kematian bayi,
Kelima :
Meningkatkan kesehatan ibu,
Keenam :
Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya,
Ketujuh :
Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan
Kedelapan :
Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial
ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian
Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan
kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor
endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi
angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan
kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti
tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak
serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi,
serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,
program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah
usia 5 tahun.
terimakasih untuk informasinya, sebenarnya klo dibiarkan tanpa di obati, penyakit apapun bisa menjadi berbahaya,
BalasHapushttp://herbalkuacemaxs.com/pengobatan-herbal-diare/
mengapa tidak ada daftar pustakanya?
BalasHapusmbak referensinya dari buku apa
BalasHapuswah gk ada daftar rujukannya,nub parah
BalasHapus